Qudeta.co, Madura — Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Koordinator Daerah (Korda) Madura mendesak pemerintah terkait, dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag) untuk menarik buku pelajaran yang memuat materi menyimpang. Buku pelajaran tingkat MTs dan MA itu telah ditemukan setidaknya 50 kesalahan yang dinilai sangat menyimpang.
Pernyataan ini disampaikan Koordinator PCNU se-Madura, KH Taufik Hasyim usai menggelar Pertemuan Rutin di Kantor PCNU Sumenep, Ahad (20/8/2023).
“Berdasarkan hasil kajian dari PCNU Sampang dan LBM NU PCNU Sampang, kami menemukan beberapa kejanggalan dan kesalahan dalam buku ajar tingkat MTs dan MA,” ujarnya.
Kiai Taufiq, sapaan akrabnya, menyebut bahwa setidaknya ada 50 kesalahan dalam materi pelajaran yang ditemukan. Ia menilai muatan materi dalam buku pelajaran itu sangat bertentangan dengan Aqidah dan amaliyah Ahlussunnah wal Jamaah.
“Dalam kajian itu terdapat beberapa hal yang kami anggap kurang pas untuk diamalkan dan diajarkan. Karena tidak sesuai atau bertentangan dengan aqidah dan amaliyah yang selama ini diamalkan oleh masyarakat, yaitu Ahlussunnah wal Jamaah,” tambahnya.
Mewakili PCNU se-Madura, Kiai Taufiq lantas meminta kepada pihak terkait, dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag) untuk mengkaji, menelaah dan bahkan menarik buku ajar tersebut. Sebab, bila tidak segera ditarik, dikhawatirkan timbul keresahan di tengah-tengah masyarakat.
“Kami NU se-Madura mengharap dan meminta dengan sungguh-sungguh kepada pihak terkait, dalam hal ini Kemenag agar mengkaji, menelaah dan bahkan menarik buku tersebut, tidak diedarkan dan dihentikan,” tegasnya.
Diketahui sebelumnya, bahwa PCNU Sampang menemukan adanya materi buku pelajaran yang menyimpang dari ajaran Islam Ahlussunah Wal Jamaah. Polemik ini pun lantas direspons oleh PCNU se-Madura dengan mendesak Kemenag segera mencabut pengedaran buku ajar tersebut.
Sebagai informasi, hadir dalam Pertemuan Rutin PCNU se-Madura, Syuriah dan Tanfidziyah PCNU se-Madura. KH Pandji Taufiq, PCNU Sumenep, KH Taufik Hasyim, Pamekasan, KH Itqan Bushiri, Sampang, dan KH Makki Nasir, Bangkalan. (*/lee)