QUDETA.CO | Polres Pamekasan melalui Kasi Humas AKP Sri Sugiarto mengklarifikasi pemberitaan beberapa media online dan informasi di medsos, bahwa ada kriminalisasi terhadap Bahriyah dan pengacara Bahriyah oleh Polres Pamekasan, Selasa (14/05/2024).
Pertama tentang pemberitaan di Klivetvindonesia.com tanggal 9 Mei 2024 yang bertajuk “Setelah Kasus Dugaan Kriminalisasi Nenek Bahriyah, Viral Pengacara Supyadi Terancam Diskriminalisasi”, menyebut bahwa kini muncul lagi kasus seorang pengacara yang terancam dikriminalisasi.
“Berita ini muncul ketika ada S warga Tlanakan
melapor ke Polsek Tlanakan Polres Pamekasan, dengan adanya perkara dugaan penipuan yang dilakukan oleh AS (pengacara Bahriyah, red),” ungkap AKP Sri—panggilan akrab AKP Sri Sugiarto.
Petugas Polsek Tlanakan menerima laporan, maka sesuai tugas pokok Polri yang disebutkan dalam Pasal 13 UU Nomor 2 Tahun 2002, adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, segera menindaklanjuti laporan itu, melakukan rangkaian tindakan hukum, meminta keterangan kronologi kejadiannya kepada pelapor, dan akhirnya diterbitkanlah laporan polisi (LP).
Dijelaskan, Polsek Tlanakan sudah melakukan proses hukum sesuai dengan SOP yang ada dan kewajiban penyelidik melakukan pemanggilan kepada terlapor dengan mengedepankan azas praduga tidak bersalah.
”Menurut pendapat kami, hal itu merupakan sebuah suatu kewajaran setiap anggota penyelidik atau penyidik Polri melakukan tindakan hukum yang telah diatur oleh UU dan hukum acaranya dalam rangka kepastian hukum,” kata AKP Sri.
Kedua, terkait pemberitaan di media online lintasjatimnews.com tanggal 11 Mei 2024, kata AKP Sri, isinya menyatakan para oknum petinggi Polres Pamekasan diduga merangkap mafia hukum atas kasus nenek Bahriyah.
Kemudian disusul berita berikutnya di media online yang sama tanggal 13 Mei 2024, dengan berita nenek Bahriyah diduga diskriminalisasi berjamaah, Kapolri diminta copot para oknum petinggi Polres Pamekasan.
“Perlu kami jelaskan di sini bahwa kami Polri selaku penegak hukum sudah melakukan tugas sesuai SOP yang ada dan Ibu Bahriyah ditetapkan sebagai tersangka. Namun pihak tersangka tidak puas dan merasa dirugikan dan mengajukan gugatan atau praperadilan,” ungkapnya.
Dalam kasus ini, tambahnya, dugaan ketidakprofesionalan penyidik dalam penetapan tersangka sudah diuji di praperadilan yang digugat oleh pihak tersangka. Namun oleh penggugat dicabut pada sidang kedua.
“Dengan dicabutnya permohonan praperadilan oleh pihak kuasa hukum dari tersangka Ibu Bahriyah dapat dikatakan pihak dari Ibu Bahriyah telah melepaskan haknya (rechtsverwerking) untuk menguji penetapan tersangka yang dikeluarkan oleh Polres Pamekasan, yang sebelumnya pihak tersangka Ibu Bahriyah telah memframing sedemikian rupa jika Polres Pamekasan telah melakukan kriminalisasi terhadap tersangka Ibu Bahriyah,” urainya.
Dengan dicabutnya permohonan praperadilan tersebut, kata AKP Sri, maka penetapan tersangka terhadap Ibu Bahriyah yang dilakukan Polres Pamekasan adalah sah.
“Itu artinya penetapan tersangka Ibu Bahriyah tidak terdapat kesalahan formil dan sudah sesuai dengan hukum acara, yaitu penetapan tersangka Ibu Bahriyah didasarkan pada 2 alat bukti dari 5 alat bukti yang disediakan sebagaimana ketentuan pasal 184 KUHAP,” tutup AKP Sri. (*/her)